“Raking meminta perusahaan beri perhatian lebih untuk warga Kampung Tihi-tihi. Sebab dirinya merasa prihatin Tihi-tihi krisis listrik yang kini hanya mengandalkan genset selama 6 jam saja.”
Infokaltim.id, Bontang- Prihatin, sebuah kata yang beberapa kali terucap dari mulut Raking. Saat dirinya menjabarkan kondisi Kampung Tihi-tihi yang letaknya tak jauh dari beberapa perusahaan besar di Bontang. Kampung yang berdiri di atas laut di Kelurahan Bontang Lestari, Bontang Selatan, kini mengalami krisis listrik.
Memang sebelumnya telah berdiri Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) medio 2015 silam dimasa pemerintahan Adi Darma-Isro Umargani. Warga pun menyambut dengan suka cita. Pasalnya telah sekian lama warga hanya mengandalkan penerangan dari lilin saat matahari tenggelam. Saat itu hanya beberapa warga saja yang memiliki genset pribadi.
Namun kebahagiaan itu hanya sementara. Dua tahun belakangan, PLTS komunal itu mulai tak berfungsi. Sehingga Kampung Tihi-Tihi yang kini dihuni sekitar 300 penduduk dengan jumlah rumah sekitar 108 unit tersebut kembali menggunakan genset. Padahal sebelumnya warga menikmati listrik selama 24 jam. Namun kini hanya 6 jam saja, yakni mulai pukul 18.00-23.00 Wita. Itu pun warga mengumpulkan iuran untuk membeli bahan bakar demi listrik menyala di malam hari.
Raking sebagai Wakil Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bontang itu mengaku miris melihat kondisi tersebut. Dia pun mempertanyakan peran perusahaan yang berdiri di wilayah sekitar Tihi-tihi. Seperti Badak LNG, Indominco Mandiri, hingga perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Dimana seharusnya turut memperhatikan Kampung Tihi-tihi, sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang mereka miliki.
“Perusahaan sekitar harus buka mata, bahwa ada kampung yang kesusahan listrik,” ungkapnya saat diwawancarai wartawan, belum lama ini.
Dia mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang sejatinya harus bisa mengomunikasikan kendala tersebut kepada perusahaan terkait. Guna menjalin kerja sama dalam mengentaskan permasalahan kelangkaan listrik di Kampung Tihi-tihi.
“Jika mereka peduli terhadap lingkungan pastinya meraka mau mengalirkan listrik ke sana (Tihi-tihi, Red.),” tambahnya.
Raking juga menerangkan, bahwa dirinya yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) terkait Corporate Social Responsibility (CSR), akan menekankan kemana arah tanggung jawab sosial perusahaan besar di sana terhadap lingkungan.
“Jangan hanya fasilitas perusahaan sendiri saja yang mereka terangi,” tegasnya.
Selain perusahaan tersebut, Raking menyebut Kota Taman -sebutan Bontang- juga memiliki perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). PLTG merupakan salah satu penghasil listrik cukup besar. Dia menilai seharusnya bisa membuat listrik di Kota Bontang menjadi surplus.
Dia bercerita, bahwa dirinya pernah menginap di Kampung Tihi-tihi. Dia pun merasakan sendiri betapa sulitnya listrik di sana yang hanya menyala dari pukul 18.00-23.00 Wita.
“Miris ya, mereka hanya memandangi terangnya cahaya dari perusahaan sekitar, tapi tidak dapat menikmati,” pungkasnya.
[Fjn|anl|Ads]