Oleh: Syahrul Muhamad Dani (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Samarinda).
Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia, yang penghasil terbesar bahan utamanya berada di pulau Sumatra dan Kalimantan. Hal ini didukung oleh faktor geografis dan iklim diwilayah tersebut sehingga kelapa sawit dapat tumbuh secara maksimal. Sejalan dengan berkembangnya industri Kelapa Sawit di negeri ini, justru ada sebuah dampak negatif yang melanda, diantaranya ialah penyempitan hutan yang terus menurus dilakukan demi kepentingan perluasan area perkebunan kelapa sawit, tanpa mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga hal ini banyak mendapatkan pertentangan di kalangan masyarakat dan organisasi, baik nasional dan internasional.
Indonesia yang mendapatkan gelar sebagai paru-paru dunia kini terancam statusnya akibat penyempitan hutan yang tiap tahun terus dilakukan, dan saat ini posisi Indonesia masuk dalam peringkat ke tiga penghasil gas emisi rumah kaca terbesar di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat. Minyak goreng adalah hasil olahan buah kelapa sawit yang paling populer, kini minyak goreng telah menjadi bahan pangan yang wajib ada di dapur, tak heran ketika terjadi bencana, banyak bantuan bahan makanan diberikan oleh pemerintah, yang salah satu diantaranya ialah minyak goreng.
Ditengah tingginya produksi minyak goreng, Indonesia telah tercatat dalam dua dekade terakhir mengalami kelangkaan ketersediaan minyak goreng, sehingga menyebabkan tingginya harga minyak goreng di pasar. Pada tahun 2007 lalu Indonesia pernah mengalami kelangkaan ketersediaan minyak goreng yang setelah diselidiki penyebabnya karena besarnya jumlah ekspor sementara ketersediaan cadangan yang tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Kini 4 bulan sudah sejak Desember 2021 harga minyak goreng di pasaran melambung secara derastis hingga Rp. 14.000-19.000 per liter.
Meski kini harganya telah mengalami penurunan, ketersediaannya terbilang sangat sedikit di pasaran, sehingga menyebabkan terjadinya kerumunan dan antrian panjang di beberapa pusat perbelanjaan yang menyediakan stok minyak goreng. Baru-baru ini tepatnya pada 12 Maret 2022 terjadi kabar duka di Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur terkait seorang Ibu yang dinyatakan tewas setelah pingsan dalam mengikuti antrian pembelian minyak goreng disalah satu pusat perbelanjaan. Mengacu pada UU No. 18 tahun 2012 Tentang Pangan, mengatakan bahwa baik pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab atas ketersediaan bahan pangan dan stabilitas harga di masyarakat, maka dari itu sudah menjadi hak setiap warga negara untuk hidup dalam kesejahteraan yang telah diatur secara kontitusional.
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harusnya mampu memecahkan permasalahan tingginya harga minyak goreng ini. bukan hanya sibuk memberikan bantuan minyak goreng gratis di masyarakat seperti yang dilakukan oleh bebrapa partai-partai politik akhir-akhir ini, hal tersebut bukan menjadi solui, justru akan memperparah situasi, sebab akan memicu terjadinya panic buying di masyarakat. Apalagi mengingat bulan suci ramadhan akan segera tiba, yang dimana sudah menjadi budaya ketika harga bahan pangan melambung tinggi,
Maka dari itu sudah saatnya pemerintah memfokuskan untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan mengerahkan segala elmen-elmennya baik dari pusat hingga tingkat kabupaten/kota, sehingga pemerintah dapat jeli membaca kondisi yang terjadi dilapangan, sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan hingga ke akar-akarnya. Ini adalah permasalahan perut, yang jika tidak segera diselesaikan maka akan menimbulkan gejolak nasional!
**Opini ini merupakan bagian dari tanggungjawab penulis.