Infokaltim.id, Samarinda- Komisi III DPRD Samarinda tengah mengkaji revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana. Revisi tersebut bertujuan untuk mengakomodir beberapa item penting yang belum tercakup dalam peraturan sebelumnya, termasuk sanksi bagi pihak yang melanggar dan menyebabkan terjadinya bencana.
“Itu kan perda nomor 10 2017 itu tentang penanggulangan bencana. Jadi perda itu sudah dari tahun 2017 mau direvisi karena ada beberapa item-item yang belum terakomodir,” ungkap Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim.
Abdul Rohim menjelaskan bahwa proses revisi perda tersebut masih dalam tahap inventarisasi masalah. Komisi III DPRD juga melakukan studi banding ke beberapa daerah untuk mempelajari praktik terbaik dalam penanggulangan bencana.
“Belum, jadi ini masih proses inventaris masalah, kita masih best practice juga ke beberapa tempat-tempat, beberapa daerah, hari Rabu depan kita panggil BPPD untuk diskusi lebih lanjut,” jelasnya.
Menurut Abdul Rohim, beberapa hal yang akan ditambahkan dalam revisi perda tersebut antara lain peran masyarakat dalam penanggulangan bencana, sistem reward and punishment, serta pembentukan tim untuk melakukan pemantauan dan pengawasan.
“Misalnya bagaimana peran masyarakat, kemudian reward and punishment bagi pihak yang misalnya, apa punishment, sanksinya kalau misalnya mereka melanggar yang kemudian dampak dari pelanggarannya menyebabkan terjadinya bencana. Terus semacam yang dibutuhkan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan,” paparnya.
Abdul Rohim menambahkan bahwa Kota Samarinda memiliki tingkat risiko dan potensi bencana yang cukup tinggi, terutama untuk bencana banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Oleh karena itu, revisi perda ini diharapkan dapat menekan risiko dan potensi bencana yang terjadi.
“Jadi sama Rinda ini kan kalau hasil dari persentasenya BPPD itu, kita itu punya tingkat resiko dan potensi bencananya itu masih di level menengah, bahkan cenderung tinggi. Jadi banjir, kemudian longsor, sama kebakaran hutan yang kalau diputaris ya dari presentasi BPPD itu,” ujarnya.
“Yang paling anu kan banjir ya, sehingga dengan perda ini kita berharap nanti kalau sudah disempurnakan, maka kita bisa menekan resiko dan potensi bencana terjadi. Sehingga nanti kedepannya, banjir ataupun longsor, ataupun kemungkinan-kemungkinan bencana yang lain itu bisa diminimalisir,” imbuhnya.
Dengan revisi perda tersebut, Abdul Rohim berharap dapat mendisiplinkan semua pihak, terutama terkait dengan zonasi pembangunan di daerah dengan risiko bencana tinggi.
“Untuk mendisiplinkan semua itu. Misalnya daerah-daerah ini sudah ada pemetaan dari BPBD terkait dengan daerah resiko tinggi, potensi tinggi terjadi bencana. Maka meskipun itu misalnya dalam RTRW atau RDTR-nya masuk dalam area pemukiman, maka kalau dari pemetaannya BPBD itu resiko dan potensi bencananya tinggi, maka dengan perda itulah diatur,” tegasnya.
[Arya|Anl|Ads]