Kemajuan Desa Rantau Hempang Lewat Sumber Mata Air

Alat Pompa Timba Air di Desa Rantau Hempang. (Infokaltim.id/Rahadian).

Infokaltim.id, Tenggrong– Pemenuhan air bersih bagi warga desa diketahui masuk dalam program dedikasi Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah dan Wakilnya Rendi Solihin. Pasalnya hal ini merupakan hak dan kebutuhan dasar yang harus dinikmati oleh seluruh warganya, namun realisasi ini masih butuh proses yang panjang, salah satunya di Desa Rantau Hempang, Kecamatan Muara Kaman.

Untuk bisa menuju Desa Rantau Hempang, dibutuhkan waktu sekitar 3 jam dari kota Tenggarong ke dermaga penyebrangan yang ada di Desa Muara Kaman Ilir, sesampainya disana warga lokal sudah bersiap mengantarkan penumpang menyebrangi sungai Mahakam menggunakan Kapal Ferry Tradisional menuju sisi lainnya di Desa Muara Kaman Ilir.

Perjalanan transportasi sungai masih harus berlanjut menggunakan speed boat dengan jarak waktu 30 menit, baru lah sampai di Desa Rantau Hempang.

Walaupun wilayah tersebut topografinya dikelilingi Sungai Mahakam, dari pantauan media ini tidak ada distribusi air bersih dari PDAM. Terlihat warga sekitar dengan kearifan lokalnya menggunakan air sungai untuk kegiatan Mandi, Cuci, Kakus (MCK).

Haidir (42), salah satu warga asli desa tersebut, ia lahir disana dan sangat mengenal ciri khas maupun karakter warga desa. Saat ini dia bekerja di kantor Desa melakukan pengabdianya sebagai Kasi Pelayanan dan Kesra Desa Rantau Hempang. “Kami sudah biasa begini, apapun yang bisa dimanfaatkan dari alam, ya itulah yang kita coba pakai,” ucap Haidir, Selasa (26/04/2022).

Karena keterbatasan akses yang jauh dari pusat kota. Diakuinya, orang tuanya dulu mengajarkan cara mengolah air sungai Mahakam dijadikan untuk melepas dahaga tenggorokan. Yaitu dengan cara air dari Mahakam di tampung ke drum lalu kasih tawas atau obat air setelah jernih baru di rebus untuk di komsumsi.

“Itu sih sebenarnya ilmu kata orang tua dulu. Ya kita percaya-percaya aja, Pak. Tapi cara itu sama sekali gak bagus, karena sering terjadi wabah penyakit muntaber,” jawab Haidir.

Seiring berjalannya waktu, ditemukanlah sumber mata air di area lereng gunung yang lokasinya berjarak 400 meter dari pemukiman warga. Atas kejadian ini barulah ditemukan air dengan kondisi yang benar-benar layak untuk diminum.

Pada tahun 2017 warga pun secara gotong-royong membuat sumur pada area sumber mata air dan menyambungkan pipa-pipa menuju pompa timba yang dipasang di tiga titik RT dari lima RT yang ada.

“Alhamdulllah semenjak itu, kami tidak kesulitan lagi mencari air bersih. Modal kami kalau gak salah Cuma Rp 500 ribu aja,” serunya.

Karena temuan itu, hingga saat ini warga kampung bebas 24 jam bisa menikmati sumber mata air tersebut secara gratis. Bahkan beberapa perusahaan sekitar juga sering memanfaatkannya untuk para karyawannya.

“Sekarang kondisnya jauh lebih layak, ini juga pernah di uji coba oleh PDAM hasilnya bagus semua,” tuturnya.

[Rzf|Ard|Ads]