Infokaltim.id, Samarinda – Kualitas proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda kembali dipertanyakan. Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menyoroti banyaknya proyek PUPR yang dinilai kurang maksimal, termasuk infrastruktur jalan yang baru dibangun namun cepat rusak.
Rohim menanggapi pertanyaan mengenai kinerja PUPR Samarinda terkait proyek-proyek infrastruktur yang telah dilaksanakan.
“Kalau dari banyaknya, kalau bisa dibilang pekerjaan yang dilakukan PUPR Samarinda sendiri ini kan banyak yang menilai bahwa proyek-proyek yang dijalankan oleh PUPR Samarinda ini kurang maksimal. Terlebih, untuk infrastruktur jalan itu sendiri, jalan yang baru dibangun aja bisa cepat-cepat rusak,” ujar Rohim mengutip pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Menanggapi hal tersebut, Rohim menegaskan bahwa permasalahan di PUPR Samarinda layak mendapat perhatian serius dari Walikota Samarinda. Ia membandingkan skala kesalahan yang dilakukan oleh PUPR dengan Dinas Perhubungan (Dishub) yang mendapat teguran keras dari Walikota terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD) parkir.
“Kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan PUPR itu sebenarnya juga sangat layak untuk mendapatkan perlakuan yang sama,” tegas Rohim.
Ia kemudian menyebutkan berbagai proyek bermasalah di bawah tanggung jawab PUPR, mulai dari kasus Tugu Pesut di Simpang Lembuswana, proyek Teras Samarinda, hingga permasalahan jalan dan fasilitas drainase. Menurutnya, semua permasalahan tersebut memiliki dampak yang masif terhadap masyarakat.
“Dari semua proyek itu, itu kan dampaknya masif ke publik. Kalau tadi yang dampaknya hanya ke pendapatan keuangan daerah, saat melakukan kesalahan kemudian Pak Walikota memberikan perintah untuk Inspektorat turun untuk melakukan audit, maka sebenarnya PUPR ini lebih layak untuk mendapatkan perlakuan yang sama,” jelas Rohim.
Rohim menekankan pentingnya pengelolaan PUPR yang profesional mengingat besarnya anggaran yang dikelola oleh dinas tersebut. PUPR diketahui menyedot anggaran paling besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Samarinda.
“Anggaran PUPR itu menyedot anggaran paling besar di APBD. Dan itu artinya pengelolaan PUPR itu harus benar-benar profesional karena ini terkait dengan alokasi anggaran yang sebagian besar itu dialokasikan ke PUPR dan itu terkait dengan kepentingan dan layanan publik,” terangnya.
Di era digital seperti sekarang, Rohim mengingatkan bahwa setiap permasalahan, sekecil apapun, bisa dengan cepat menjadi perhatian publik melalui media sosial. Ia memberikan contoh kasus Tugu Pesut yang catnya memudar kurang dari dua bulan setelah diresmikan, yang langsung mendapat kritik keras dari masyarakat.
“Apalagi di zaman, di era sekarang, setiap ada masalah, ada kekurangan, misalnya cat Tugu yang memudar belum dari dua bulan, itu kan langsung diserang oleh publik,” ungkapnya.
Rohim berharap Walikota Samarinda dapat mengkonsolidasi timnya dengan baik dan melakukan perlakuan yang sama dalam mendisiplinkan semua OPD, termasuk PUPR. Menurutnya, hal ini penting untuk menjaga nama baik Walikota sendiri.
“Jadi kalau Pak Walikota tidak mengkonsolidasi tim ini dengan baik, tidak melakukan perlakuan yang sama dalam mendisiplinkan OPD, kita khawatir nanti akan banyak hal-hal yang justru pada akhirnya merugikan nama baik Pak Walikota,” pungkas Rohim.
[Arya|Anl|Ads]