Kamis, Mei 15, 2025
BerandaFokusResiliensi Bencana Akibat Kupasan Lahan, Samarinda Zero Tambang 2026

Resiliensi Bencana Akibat Kupasan Lahan, Samarinda Zero Tambang 2026

Oleh: Ns. Fitroh Asriyadi., M.Kep

(Wakil Krtua PWM Kaltim Bidang Kesehatan, Kebencanaan, Sosial dan Dosen Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur)

Senin, 12 Mei 2025 Kota Samarinda sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur mengalami banjir yang cukup dalam dan hampir merata disemua titik setelah di guyur hujan yang cukup lama. Curah hujan tinggi dan intensitas yang cukup lama di Kota Samarinda mengakibatkan terjadinya bebeberapa bencana diwaktu bersamaan yaitu tanah longsor yang mengakibatkan korban jiwa. Hal ini terjadi karena pembukaan lahan di daerah lereng tanpa perencanaan yang baik berakibat mengganggu kestabilan tanah, memicu longsor terutama saat musim hujan. Akses jalan yang terputus dan banjir yang hampir merata terjadi karena perubahan tutupan lahan yang mengurangi kemampuan tanah dalam menyerap air dan akibatnya aliran permukaan meningkat. Bencana yang terjadi bukan hanya karena curah hujan yang tinggi, tetapi lebih diperankan oleh dampak pembukaan lahan untuk berbagai keperluan perumahan, pertambangan, pembangunan infrastruktur sering kali membawa dampak signifikan terhadap lingkungan.

Hilangnya ekositem dan resapan didaerah hulu atau dataran tinggi akibat aktivitas pertambangan dan hilangnya tempat penampungan air karena proses pembangunan menjadi salah satu penyebab. Salah satu risiko yang muncul pasca pembukaan lahan yang tidak ramah lingkungan ini sudah berlangsung cukup lama bahkan berlangsung sejak 20-30 tahun yang lalu dan akibatnya adalah meningkatnya kerentanan terhadap bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Oleh karena itu sudah tepat dan harus mendapat dukungan dari semua pihak program Pemerintah Kota Samarinda yaitu Samarinda Zero Tambang 2026 yang di gagas oleh Wali Kota Bapak Dr. H. Andi Harun., ST, SH, M.Si, hal ini adalah salah satu upaya untuk menjadikan kota samarinda semakin beradab dan ramah. Selain itu kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana pasca pembukaan lahan menjadi hal yang sangat penting untuk meminimalkan dampak negatif terhadap manusia dan ekosistem.

Oleh Sebab itu, untuk mengurangi risiko bencana, beberapa langkah berikut perlu dilakukan yang pertama adalah Pemulihan Ekosistem dengan melakukan penanaman Kembali (Reboisasi) Menanam vegetasi penutup untuk mengembalikan fungsi hidrologis dan mencegah erosi. Kedua, Pembuatan Sabuk Hijau yaitu Menanam pohon atau tanaman keras di sekitar area rawan bencana sebagai penahan alami.

Ketiga Manajemen Drainase , Pembuatan Saluran Air dan Embung untuk memastikan sistem drainase berfungsi dengan baik dan mengalirkan air berlebih. Keempat, Penerapan Teknik Konservasi Tanah – Seperti terasering di daerah miring untuk mengurangi aliran air permukaan.

Kelima, Pemantauan dan Sistem Peringatan Dini denganmelakukan pemasangan sensor longsor atau Banjir  memantau pergerakan tanah dan ketinggian air di area rawan. Keenam, Sosialisasi kepada Masyarakat  dengan Memberikan pelatihan tentang tanda-tanda bencana longsor, banjir dan evakuasi mandiri. Ketujuh, Pada bidang Regulasi dan Penegakan Hukum pelu penerapan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) yang sangat ketat dan memastikan pembukaan lahan mempertimbangkan risiko lingkungan.

Peran masyarakat dalam kesiapan bencana masyarakat sekitar harus dilibatkan dalam upaya mitigasi dengan Ikut serta dalam penanaman pohon. melaporkan aktivitas pembukaan lahan yang berisiko. mengikuti pelatihan tanggap bencana. Pembukaan lahan yang tidak terkendali dapat meningkatkan ancaman bencana, tetapi dengan perencanaan yang baik, pemulihan ekosistem, dan partisipasi aktif semua pihak, risiko tersebut dapat dikurangi. Kesiapan menghadapi bencana harus menjadi prioritas untuk melindungi lingkungan dan keselamatan masyarakat.

*Opini adalah bagian dari tanggungjawab penulis.

#LestariLingkungan #SiagaBencana #PengelolaanLahanBerkelanjutan

RELATED ARTICLES

Most Popular