Rumah yang Lapang

Ust. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag (tengah)

Oleh: Ust. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag

Infodakwah- Sebuah pesan yang disampaikan Rasulullah s.a.w. kepada Uqbah bin Amir berkaitan dengan cara meraih keselamatan hidup adalah menjadikan rumahnya lapang (walyasa’ka baytuka).

Diharapkan seseorang akan betah berlama-lama tinggal di dalamnya membersamai keluarga.

Sahabat Abu Hurairah juga meriwayatkan hadits dari nabi tentang empat hal yang menjadi faktor tercapainya kebahagiaan, salah satu indikatornya adalah rumah yang lapang.

Yang kemudian perlu digarisbawahi berkaitan dengan kelapangan rumah yang dijadikan rasulullah sebagai simbol kebahagiaan seseorang sama sekali tidak terkait fisik rumah, baik luasnya bangunan atau mewahnya perabotan.

Tetapi rumah lapang yang dimaksud lebih mengacu kepada pemaknaan yang bersifat psikis, yaitu terkait dengan ketentraman psikologis penghuninya karena rumahnya memancarkan energi transenden yang mempengaruhi terciptanya suasana lingkungan rumah yang harmonis.

Ketentraman dalam hidup menurut tinjauan agama tidak disebabkan oleh kemapanan ekonomi dan keterpenuhan semua kebutuhan hidupnya, tetapi kematangan hati seseorang menjadi penentu orientasi dan pandangan hidupnya, termasuk lapang dan sempitnya rumah kita sebenarnya tergantung pada suasana hati dan kematangannya dalam mengambil sikap.

Suasana hati yang akan melahirkan sense yang positif mampu diciptakan melalui amal dan usaha yang bersifat transenden.

Amal transenden itu disebut dengan ibadah yang secara sederhana dapat diwujudkan dalam bentuk dzikir, dan ini kalau dilakukan secara berkelanjutan akan mampu memberikan kekuatan spiritual dalam mengendalikan gejolak hati.

Dzikir Inilah meruakan salah satu bentuk transendensi hati yang menjadi faktor penting terciptanya energi positif dalam diri untuk melakukan harmoni kolaborasi dan sinergi dengan lingkungannya.

Selanjutnya rumah sebagai tempat tinggal juga harus mendapatkan perlakuan yang bersifat transenden sehingga mampu menghadirkan suasana lapang dan nyaman bagi penghuninya.

Abu Hurairah memberikan sebuah statemen bahwa rumah yang penghuninya memberikan waktu istimewa untuk membaca al-Quran di dalamnya akan menebarkankan aura kebaikan, rasa nyaman dan menciptakan suasana yang lapang bagi penghuninya meskipun secara fisik bangunan sangat kecil dan sempit.

Rasulullah dalam sebuah ungkapanya memberikan penekanan ilustratif bahwa rumah yang tidak dibacakan al-Quran di dalamnya tidak ubahnya seperti kuburan, dan ketika aura yang dirasakan di dalam rumah itu adalah aura kuburan, maka sudah pasti akan membuat penghuninya tidak nyaman tinggal di rumah.

Kontekstualisasi pesan nabi tentang menciptakan rumah yang lapang ini sebenarnya secara tersirat menekankan pentingnya memperhatikan pendidikan keluarga, karena terciptanya keshalehan lingkungan sosial dimulai dari kebaikan pendidikan keluarga.

Dan konkritnya ketika rumah terasa lapang maka kita akan merasa nyaman dan betah tinggal di rumah membersamai keluarga, menanamkan nilai-nilai kebajikan melalui pembiasaan yang terpantau dan keteladanan yang baik sehingga rumah kita tidak sekedar berfungsi sebagai rest area tetapi harus dimaksimalkan fungsinya sebagai tempat pengkaderan dan penguatan karakter dan spiritualitas semua anggota keluarga.

[Ros | Uzn | Anl]