Oleh: Zaenal Arifin, M.Pd (Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 Istiqomah Samarinda).
Infodakwah- Al-Qur’an merupakan petunjuk yang membawa manusia ke jalan yang benar, sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam surat Al-Isra17: 9. Petunjuk yang diberikan al-Qur’an adalah segala hal yang berkaitan dengan kehidupan, karena apa yang dikandung oleh kitab suci ini merupakan inspirasi yang memberikan solusi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat.
Seberapa besar nilai pencerahan atau petunjuk kehidupan al-Qur’an terhadap diri manusia, hal itu sepenuhnya tergantung pada cara atau tindakan manusia tersebut dalam memposisikan al-Qur’an dalam kehidupannya. Mulai dari membaca (dengan lisannya), memahami (dengan akalnya), menghayati (dengan qolbunya), mengamalkan (dengan perbuatannya) dan mendakwahkannya (dengan mensosialisasi nilai-nilai kandungannya).
Jangankan memahami dan mengamalkannya, membacanya saja sudah berpahala, karena merupakan bagian dari ibadah. Inilah salah satu kelebihan al-Qur’an dibandingkan dengan kitab-kitab suci lainnya (lihat: mabahits fi ulum al-Qur’an). Di antara hikmah memperbanyak membaca al-Qur’an yaitu :
Pertama, mendapat pahala yang banyak, kerena satu huruf saja diberi balasan dengan sepuluh kebaikan (lihat. Qs. Fathir 35: 29-30, hadis riwayat imam Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud). Menurut sebuah literatur, bahwa al-Qur’an berjumlah 325.051 huruf, yang berarti jika khatam al-Qur’an akan mendapatkan nilai pahala kebajikan kelipatan sepuluh, yakni 3.250.150. tentu hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi kita untuk lebih intensif berinteraksi dengan al-Qur’an.
Kedua, Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang selalu membaca al-Qur’an, mempelajari isi kandungannya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hadis yang diriwayatkan imam Bukhari dari Umar bin Khathab menjelaskan, “sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (al-Qur’an), dan Allah merendahkan kaum lainnya (yang tidak mau membaca, mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an)”. Orang yang membaca al-Qur’an berarti orang-orang yang selalu dekat dengan Allah, karena membaca al-Qur’an merupakan kegiatan “berinteraksi” dengan Allah SWT.
Ketiga, mendapatkan ketenangan jiwa dan obat segala macam penyakit kejiwaan, di mana setiap ayat al-Qur’an yang dibaca akan mendatangkan ketenangan bagi pembacanya dan orang yang mendengarnya. Sebagimana dijelaskan Allah dalam surat Al-Isra’ 17:82 : “kami turunkan al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman”.
Keeempat, mendapatkan syafaat (pertolongan) pada hari kiamat. Hal ini dijelaskan Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan imam Muslim dari Abu Umamah: “Bacalah al-Qur’an, karena bacaan al-Qur’an (yang dibaca ketika hidup di dunia ini), akan menjadi syafaat/penolong bagi pembacanya di hari kiamat nanti”. Maka perbanyaklah membaca al-Qur’an selagi nafas masih menyertai kita, denyut jantung masih berdetak, karena bacaan al-Qur’an akan menjadi syafaat atau penolong bagi pembacanya di hari kiamat nanti, di kala manusia banyak yang sengsara dan menderita.
Agar kitab suci ini memberikan pencerahan kehidupan, tentu tidak berhenti hanya dengan dibaca, tetapi harus dipelajari dengan benar, setelah itu baru didakwahkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hidup manusia laksana lalu lintas, semua ingin selamat dan cepat sampai tujuan. Karena adanya kepentingan yang berlainan, maka arah yang mereka tempuhpun berlainan pula. Supaya tidak terjadi tabrakan dan kecelakaan, maka perlu adanya peraturan rambu-rambu lalu lintas, yang dapat mengatur lancarnya jalur lalu lintas tersebut.
Demikian pula halnya dengan kehidupan manusia yang mempunyai kepentingan dan interest berbeda-beda, semua ingin sejahtera dan selamat dunia dan akhirat, Supaya tidak terjadi “tabrakan kepentingan dan kecelakaan” seseorang atas orang lain, maka diperlukan adanya undang-undang yang mengatur lancarnya jalur kehidupan tersebut. Peraturan tersebut selanjutnya dikenal dengan sebutan agama. Lebih spesifiknya lagi agama yang diterima di sisi Allah, yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah maqbulah.
Rambu-rambu lalu lintas tadi perlu dipahami dan ditaati. Kapan harus berhenti (lampu merah), berhati-hati (lampu kuning), boleh jalan (lampu hijau). Demikian dengan al-Qur’an yang harus dipelajari, dipahami dan diamalkan ajaran-ajarannya.
Lampu merah yang harus berhenti tidak diartikan sebagai hambatan lancarnya perjalanan, tetapi justru harus difahami hal tersebut demi keselamatan dirinya sendiri. Begitu juga hukum haram dalam Islam tidak diartikan sebagai pengekang kebebasan, namun harus disadari bahwa dibalik hal tersebut terdapat hikmah-hikmah yang terkadang manusia sendiri tidak dapat mengungkapnya secara keseluruhan. Contoh larangan dalam al-Qur’an seperti pada surat al-Maidah 5:90 : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dari perbuatan syaitan, maka jauhilah supaya kamu beruntung”.
Lampu kuning yang berarti berhati-hati, dalam al-Qur’an manusia sering diingatkan agar tidak terbuai dengan kenikmatan dunia, dari harta, wanita dan anak-anak, karena bisa membawa manusia ke jalan yang menyesatkan jika tidak bisa menyikapinya dengan benar. Seperti firman Allah dalam surat al-Munafiqun 63:9 : “Hai orang-orang yang beirman, janganlah harta dan anak-anak kalian sampai melalaikan dari ingat kepada Allah, barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka termasuk dari golongan orang-orang yang merugi”.
Lampu hijau dimaknai sebagai sesuatu yang diperkenankan untuk dilakukan. Namun demikian tetap harus memperhatikan rambu-rambu lain agar tidak tersesat. Sebab bisa saja manusia melanggar rambu-rambu lain sehingga terjebak di jalan yang dilarang. Seperti firman Allah dalam surat al-Jum’ah 62:10 : maka apabila telah ditunaikan sholat, bolehlah kalian bertebaran di muka bumi ini dan carilah dari karunia Allah, banyaklah mengingat Allah supaya kalian beruntung”.
Kadang timbul stigma negatif terhadap Islam sebagai agama yang tinggi dan tidak ada yang menyamai ketinggiaannya, namun sebagian realita di lapangan menunjukkan kebalikannya. Jawaban dari semua itu adalah karena pemeluk agama Islam itu sendiri tidak berpegang teguh pada ajarannya yaitu al-Qur’an. Misalnya, Islam mengajarkan supaya memanfaatkan waktu (lihat. Qs. al-Ashr 103:1-3, Qs. al-Insyirah 94:7). Namun masih banyak dari mereka yang hobinya berleha-leha, sehingga waktu yang seharusnya dimanfaatkan untuk sesuatu yang bermanfaat terbuang begitu saja. Padahal waktu tidak akan terulang lagi.
Contoh lain, Islam mengajarkan untuk tidak mengambil harta orang lain dengan cara yang batil, (lihat. Qs. An-Nisa 4: 29), tapi justru ada orang Islam yang melakukan tindak korupsi. Ini jelas bahwa orang-orang korup tersebut adalah mereka yang tidak mengamalkan ajaran Islam yang sudah jelas.
Begitu juga sebagian muslim ada yang miskin ilmu, padahal Islam mewajibkan seluruh pemeluknya untuk selalu belajar. Deklarasi pertama “beroperasinya” agama Islam yang dibawa Rasulullah SAW di alam raya ini adalah kalimat “iqra” yang artinya bacalah. Umat Islam diperintahkan membaca ayat-ayat Allah baik qouliyah (al-Qur’an) maupun kauniyah (alam raya beserta tanda-tanda zaman). Hasil dari pembacaan ayat-ayat Allah tersebut melahirkan berbagai macam disiplin ilmu, yang digunakan untuk membangun kemajuan peradaban umat manusia.
Apabila hidup “bersama” al-Qur’an, maka akan diliputi pencerahan, kemajuan, kebenaran, keberkahan, kedamaian, kebahagiaan dan petunjuk Allah. Al-Qur’an mutlak kebenarannya, karena berasal dari Dzat yang Maha Benar yaitu Allah SWT.
[Uzn|Ard]