BNK Kukar Siapkan Skema Peralihan Profesi Petani Kratom

Wakil Bupati Kukar sekaligus Ketua BNK, Rendi Solihin. (Infokaltim.id/Rahadian).

Infokaltim.id, Kuka- Tanaman Daun Kratom atau dalam Bahasa latin Mitragyna speciosa pada 2022 bakal dilarang oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai penggunaaan suplemen makanan dan obat tradisional di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Hal ini mulai berlaku pada masa transisi pasca ditetapkannya tanaman Kratom sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017 silam.

Sementara itu, di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tanaman kratom ini banyak ditemukan diwilayah pinggiran sungai Mahakam khususnya hulu, seperti Kecamatan Muara Wis, Muara Muntai dan Kota Bangun.

Wakil Bupati Kukar sekaligus Ketua Badan Narkotika Kabupaten, Rendi Solihin mengatakan jumlah petani mencari nafkah dari tanaman tersebut ada sekitar 12 ribu. Menurutnya, hal itu menjadi tantangan tersendiri.

“Memang kratom tanaman liar dan memiliki potensi yang menghasilkan sehingga menjadikan itu sebagai mata pencaharian,” kata Rendi, Rabu (20/10/2021).

Ke depannya, kata Rendi, pihaknya akan berusaha melakukan sosialisasi secara masif kepada para petani, sehingga dapat dialihkan profesinya sebelum dinyatakan illegal.

Tak hanya sekadar sosialisasi, kini pihaknya sedang mempersiapkan skema pekerjaan baru, salah satunya perikanan. Rata-rata kratom tumbuh di kawasan pinggiran sungai, besar kemungkinan untuk beralih budidaya ikan.

Sejauh ini tanaman tersebut merupakan penghasilan utama masyarakat, misalnya di Kalimantan Barat yang paling besar dan banyak di Indonesia yang menanam kratom. Mungkin ada sekitar 300 ribu petani, apabila itu sudah ilegal di Indonesia maka akan dialihkan kemana pekerjaannya.

“Hal ini juga tentunya akan dialami para petani di Kukar apalagi jumlahnya lumayan banyak,” ujarnya.

Diketahui, total lahan yang digunakan saat ini ada 1.200 hektar, jika diasumsikan perhektarnya ada 10 orang yang bertani disitu. Setidaknya masyarakat yang budidaya hampir setengah dari total lahan, sedangkan yang lain memang tumbuh liar.

“Solusinya, lagi kami skemakan sekarang peralihan dari petani entah itu yang liar atau budidaya. Nah yang budidaya ini kami data,” tutupnya.

[Rzf | Sdh | Ads]