Budaya Filantropi di Bulan Ramadhan

Oleh: Siti Aminah, S.Pd.I (Pendidik di MTs Muhammadiyah 1 Samarinda)

Alhamdulillah, ummat Islam dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan,meskipun untuk kedua kalinya umat Islam menjalani Ramadhan di masa pandemik Covid-19.Sementara Ramadhan tahun lalu ummat Islam dilarang untuk sholat berjamaah khususnya tarawih dimasjid. Namun, Ramadhan kali ini alhamdulillah ummat Islam diperbolehkan untuk sholat tarawih berjamaah di masjid dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Ramadhan adalah bulan yang sangat dinantikan oleh ummat Islam seluruh dunia. Bagaimana tidak, begitu banyak keutamaan yang terkandung dalam bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan biasa disebut dengan bulan diturunkan Al-Qur’an, juga disebut bulan penuh ampunan. Karena bulan Ramadhan ada satu malam dimana Al-Qur’an di turunkan dan Allah SWT membuka selebar-lebarnya pintu ampunan untuk hamba-hambanya yang bertaubatan nasuha kepada-Nya.

Bulan Ramadhan menjadi momentum yang sangat berharga untuk kaum mustadh’afin atau orang-orang yang kurang secara ekonomi. Bulan Ramadhan menjadi bulan berbagi untuk masyarakat, terlebih ummat Islam. Banyak dijumpai baik dari lembaga, instansi, organisasi masyarakat (ormas) maupun para pejabat berlomba-lomba dalam mencari keberkahan dengan cara berbagi kebaikan dengan membagi-bagikan takjil di berbagai sudut jalan-jalan, buka puasa bersama sekaligus berbagi makanan di panti asuhan. Ada juga yang melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat untuk mengisi ibadah di bulan Ramadhan dengan kebaikan dan memberikan manfaat bagi orang banyak. Contoh kegiatannya, berbagi 1000 jilbab di jalan-jalan, di kampung-kampung, berbagi sembako gratis untuk masyarakat miskin kota dengan langsung survei ke rumah-rumah masyarakat yang terdampak kemiskinan dan lainnya.

Tidak sampai disitu, kegiatan yang dilakukan di rangkaikan dengan beberapa lomba-lomba berbasis keagamaan, seperti lomba adzan, lomba kaligrafi, lomba tilawah, lomba tahfidz dan lain sebagainya. Suasana Covid-19 tidak menjadi penghambat bagi ummat Islam untuk menjadikan momentum Ramadhan sebagai bulan berbagi atau biasa disebut filantropi. Budaya filantropi menjadi budaya yang telah mengakar dalam masyarakat Islam setiap momentum Ramadhan.

Budaya filantropi menjadi ladang ketakwaan ekonomi bagi orang-orang kaya dan orang-orang yang berkecukupan bukan karena kaya tapi menyisihkan sebagian rezekinya untuk orang lain yang membutuhkan. Budaya filantropi ini merupakan suatu budaya yang harus senantiasa dijaga oleh ummat Islam. Filantropi atau empati, yaitu memiliki suatu kepekaan sosial yang tinggi terhadap keadaan atau kesulitan orang lain.

Landasan didalam Al-Qur’anul karim terkait perintah untuk melakukan filantropi ini, sebagaimana dalam Surah Al-Hadid ayat 10-11 yang artinya “Dan mengapa kamu tidak menafkahkan sebagian hartamu pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sebelum penaklukan (Mekkah) mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing (mereka) balasan yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka, Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memeroleh pahala yang banyak”.

Demikian juga manusia adalah makhluk sosial yang tidak mampu hidup sendirian. Manusia akan selalu membutuhkan orang lain disekitarnya. Maka, budaya tolong menolong, saling bantu membantu dalam hal kebaikan sangat penting untuk menjadi kebiasaan khususnya untuk menambah ketakwaan orang-orang yang beriman. Di dalam QS. Annisa ayat 9 juga dijelaskan bahwa “jangan engkau meninggalkan kaum yang lemah”, lemah disini juga berarti orang-orang mustadh’afin atau orang-orang yang lemah secara ekonomi untuk ummat islam wajib untuk membantu mereka, tidak membiarkannya.

Suatu hari KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah sedang mengajar kepada murid-muridnya., muridnya berkata “wahai ustadz,
mengapa kami selalu diajarkan untuk membaca surah Al-Ma’un dengan kritisnya”, KH. Ahmad Dahlan dengan tersenyum menyampaikan tentang urgensi Surah Al-Maun yang di dalamnya mengandung perintah untuk berbuat baik pada anak-anak yatim, orang miskin, orang-orang lemah diantara kita. Dari apa yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan dapat kita ambil kesimpulan terkait betapa pentingnya untuk berbuat kebaikan, membantu, menolong orang-orang lemah disekitar kita.

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh ayahanda Amien Rais dalam bukunya Tauhid Sosial, betapa pentingnya keshalehan sosial pada diri kaum beriman. Tidak beriman seseorang sebelum ia berbuat baik kepada orang-orang lemah disekitar kita. Orang yang sempurna imannya selalu basah hatinya dengan penderitaan orang-orang lemah disekitar lingkungannya. Hatinya senantiasa basah, terpanggil untuk membantu, menolong sesama.

Demikian tulisan singkat dari penulis. Semoga bermanfaat dan kita senantiasa menjadi pribadi yang selalu basah hatinya dengan keadaan sekitar lingkungan kita. Bantu membantu kepada sesama dalam hal kebaikan dan takwa. Akhir kata, billahi fiisabilil haq, fastabilkul khairat.

*Opini ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab pihak penulis