BBM Naik : Akumulasi Awal Krisis Kepercayaan Terhadap Pemerintah

Muhammad Dzakwannur Ghozy (Mahasiswa Asal Samarinda)

Oleh : Muhammad Dzakwannur Ghozy (Mahasiswa Asal Samarinda)

Selama 2 tahun kita merasakan pahitnya dampak pandemic covid-19, terjadi kesusahan dimana-mana sampai akhirnya memasuki pertengahan tahun 2022 tepatnya di bulan September yang harusnya menjadi titik awal memasuki era yang baru tetapi kita di hadapi dengan permasalahan lama yang terus berulang dari tahun ke tahun.

3 September 2022 lalu Presiden mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang di latarbelakangi untuk mencegah kebocoran pada Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN), hal ini juga menjadi akumulasi awal krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah di ujung periodenya saat ini. Uang rakyat yang harusnya di pakai untuk subsidi selama ini hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, kebanyakan dari mereka mempunyai kendaraan lebih dari satu. Pemerintah perlu menekan potensi kebocoran BBM subsidi sebagai problem krusial.

Pemerintah berdalih BBM subsidi yang dialokasikan cenderung berdampak pada masyarakat menengah atas. Meskipun pemerintah beralasan melakukan penyesuaian harga BBM subsidi adalah beban fiskal dan ekonomi akibat bocornya subsidi tersebut ke masyarakat mampu, selain disebabkan oleh transmisi fluktuasi harga minyak acuan atau Indonesian Crude Price (ICP) dan dampak kurs.

Dalam data CORE Indonesia, konsumsi BBM masyarakat menengah bawah lebih tinggi dari masyarakat menengah atas. Artinya, masyarakat kelas menengah bawahlah yang akan merasakan dampak yang paling besar dari kenaikan BBM hari ini. Namun, sangat di sayangkan pemerintah lebih memilih solusi yang merugikan masyarakat luas dengan menaikan harga BBM jenis Research Octane Number (RON) 90 dengan dalih agar mengurangi tekanan lebih lanjut dalam dompet APBN.

Pemerintah harus segera menata kembali kuota BBM yang tersisa saat ini agar tidak membengkak dan melampaui kesanggupan APBN. Jangan cuma memberikan solusi untuk menambah beban utang negara untuk menambal kuota BBM yang tersedia hingga saat ini, tata kelola penyaluran BBM subsidi perlu diatur kembali oleh pemerintah agar semua masyarakat tidak terbebani dengan kenaikan harga BBM di tengah kesulitan yang mereka hadapi.

Jika suara rintihan masyarakat nantinya tidak lagi didengar oleh para pemimpin negara saat ini, kepada siapa lagi masyarakat mengadu. Semoga September kali ini, Tuhan mengetuk pintu hati para pemegang mandat keadilan.

Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus (sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan).

Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis