HUT Bhayangkara ke-77 Disambut Kritikan dari Cipayung Plus, Kapolda Kaltim Dianggap Gagal Selesaikan Persoalan Kerusakan Lingkungan Maupun Tambang Ilegal

Foto para ketua umum Cipayung Plus di Kaltim. (Infokaltim.id/Ist).

Infokaltim.id, Samarinda- Perayaan hari ulang tahun (HUT) Bhayangkara ke-77 ini, organisasi mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus se Kaltim melayangkan kekecewaan mereka terhadap kinerja Kapolda Kaltim yang dinilai kurang maksimal dalam proses penegakan hukum di tanah Borneo ini.

Bagaimana tidak, disebutkan salah satu Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kaltim. Muhammad Idil, bahwa persoalan kerusakan lingkungan dan soal ketegasan dan keseriusan kepolisan Kaltim masih dipertanyakan.

“Padahal mereka lah yang memiliki kuasa dalam proses penegakan hukum, namun nyatanya tidak demikian, banyak kasus hukum yang diabaikan seolah-olah bukan menjadi tanggungjawab dan kerja-kerja mereka,” tegasnya.

Dia menilai, Kapolda Kaltim harus dievaluasi kinerjanya sampai seluruh jajaran ke bawahnya, karena negara ini sebagai negara hukum tentu persoalan hukum yang jelas-jelas sudah di depan mata perlu dilakukan penindakan sesuai prosedur hukum yang ada agar penegakan hukum bisa berjalan sebagaimana mestinya.

“Kami menilai bahwa pekerjaan rumah untuk perbaikan penegakan hukum di Kaltim belum berjalan dengan baik dan maksimal,” pungkasnya.

Pihaknya membeberkan sejumlah persoalan di Kaltim yang gagal dilakukan oleh Kapolda Kaltim dan jajarannya, seperti persoalan lubang tambang yang saat ini sudah menelan korban yang begitu banyak.

Saat ini menurut data Jaringan Advokasi Tambang ada 1735 lubang tambang dibiarkan menganga oleh perusahaan. Ketiadaan penegakan hukum berakibat ada 44 nyawa anak tak berdosa meninggal di lubang tambang yang tak direklamasi dalam kurun waktu 2011-2023. yang terbaru adalah korban meninggal di objek wisata di Tenggarong Seberang yang sebelumnya adalah lubang tambang.

“Bahkan orang tua mereka telah mencari keadilan atas kejadian naas tersebut. Namun tak kunjung mendapat keadilan. Dalam kasus itu, Komnas HAM menyimpulkan bahwa kematian anak dilubang tambang merupakan pelanggaran hak-hak dasar warga negara dan rekomendasi Komnas HAM untuk mengusut tuntas kasus tersebut hingga sekarang tak mampu diselesaikan,” tutur Idil.

Pihaknya juga menilai bahwa persoalan ini bukan baru saja terjadi, tapi hingga saat ini belum ada upaya serius dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk menindak pelanggaran tersebut.

“Masalah kedua, Cipayung Plus Kaltim juga menyoroti persoalan tambang ilegal di Kaltim jumlah tambang ilegal diperkirakan ada ratusan. Padahal tak sulit membedakan tambang ilegal dan ilegal,” sebutnya.

Investigasi Ombusman republik Indonesia misalnya pada penyelidikannya di 2019 menemukan tambang ilegal di Kutai Kartanegara (Kukar), pun demikian laporan jatam juga menyebutkan bahwa ada ratusan tambang ilegal di Kalimantan Timur.

“Menurut keterangan ORI, kegiatan tambang ilegal ini dilakukan oleh ormas dan pemodal dengan perlindungan oknum,” ucapnya.

Oleh karena itu Cipayung Plus Kaltim menilai ada upaya pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Dia pun menganalogikan, besarnya instusi Polri hingga ketingkat desa namun tak mengetahui aktifitas tambang ilegal yang justru beraktivitas secara terang-terangan.

“Padahal dampak yang ditimbulkan pertambangan ilegal sangat nyata, merugikan keuangan negara dan parahnya akan merusak lingkungan,”jelasnya.

Yang terbaru adalah upaya untuk mengusut tuntas 21 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Palsu kini jalan ditempat. Bahkan pernyataan terakhir Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kaltim Kombes Kristiaji akan menghentikan kasus tersebut karena tak menemunikan bukti otentik pada saat menggeledah kantor Gubernur.

Pihaknya pun merasa kecewa atas pernyataan tersebut padahal proses hukum harus terus didorong dengan segala upaya. Bahkan pemanggilan kepada saksi seperti Gubernur Kaltim juga tak kunjung dilakukan.

Pihaknya menyebutkan penanganan 21 IUP palsu cenderung jalan ditempat dari awal. Pihaknya akan mengawal kasus tersebut jikalau berhenti di Polda Kaltim kita akan bawa ke pusat untuk menjadi isu bersama pengurus pusat bahwa Kaltim darurat tambang ilegal agar kasus ini menjadi perhatian lebih oleh Kapolri.

Selanjutnya untuk masalah yang ketiga mengenai perlindungan terhadap pejuang lingkungan. Cipayung Plus Kaltim menilai bahwa di Benua Etam ini saat ini terjadi krisis ekologis. Diberbagai tempat masyarakat sedang berjuang untuk mempertahankan tanahnya akibat ekspansi pertambangan, sawit, pabrik semen dll.

“Namun kadang apa yang mereka lakukan, justru berhadapan dengan aparat hukum. Olehnya itu Cipayung Plus Kalimantan Timur juga mendorong penegakan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), menjamin pejuang lingkungan tak bisa terjerat hukum, salah satunya pasal 66 UU PPLH. Ketentuan Pasal 66 UU PPLH menyebutkan, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata,”tegasnya lagi.

Olehnya itu, hal ini harus memberikan perlindungan khusus untuk pejuang lingkungan. Kejadian kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan haknya di Kaltim sering terjadi.

“Ibaratnya begini, rumah warga dimasuki pencuri, terus warga melawan pencuri tapi yang masuk penjara warga karena melawan pencuri tersebut, ini adalah kesesatan berfikir,” herannya.

Salah satu lubang bekas tambang batu bara di Samarinda.

Contoh baru baru menurutnya terjadi 2 masyarakat adat Desa Long Bentuq, Kutai Timur mendapatkan kriminalisasi dan ada 14 masyarakat adat Kampung Dingin Kecamatan Muara Lawa, Kutai Barat yang ditahan.

Untuk masalah Keempat lanjutnya, proses penanganan demostrasi mahasiswa. Cipayung Plus menghimbau kepada Kapolda Kalimantan Timur untuk tetap berpedoman pada aturan yang berlaku. Kepolisian harus lebih humanis dalam menangani demostrasi mahasiswa.

Dijelaskanya bahwa tiap demostrasi besar mahasiswa selalu ada saja yang terluka bahkan sampai meninggal dalam demostrasi akibat tindakan represif kepolisian.

Selanjutnya dalam poin lima pihaknya juga menyoroti terkait Pencemaran lingkungan oleh perusahaan nakal dan BBM bersubsidi yang langka di Kaltim. Aparat Penegak Hukum mesti bertindak untuk menangani persoalan ini. Sebab hal tersebut adalah kebutuhan dasar masyarakat Kaltim.

“Tiap hari kita melihat antrian panjang di Pom Bensin, kedepan hal ini tidak boleh terjadi,” ucapnya.

Poin ke enam yakni penggunaan jalan umum oleh aktivitas pertambangan. Hal ini tidak saja akan merusak infrastruktur, tetapi akan menjadi potensi kerugian negara karena jalan jalan tersebut dibangun dari pajak rakyat.

“Aparat penegak hukum mesti tegas melihat persoalan ini,” ucapnya.

Poin ke tujuh yakni Persoalan Ibu Kota Negara. Kelompok Cipayung menilai bahwa perpindahan IKN Nusantara harus memberikan dampak pembangunan bagi Kaltim. Jangan sampai adanya IKN Nusantara justru menyingkirkan masyarakat di Kalimantan Timur dengan tidak mendapatkan porsi yang layak dalam pembangunan IKN.

Persoalan tumpang tindih lahan, masyarakat adat, dan warga yang telah bermukim lama disana harus clear dan tidak merugikan mereka.

Olehnya itu Cipayung Plus Kaltim dalam waktu dekat akan melaksanakan konsolidasi untuk mengawal tuntutan ini.

Sebagai informasi oraganisasi mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus yaitu HMI Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), PMII Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Sulsel, SEMMI (Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia) PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), LMND (Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi) dan KMHDI (Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia).

[**Ard]