Jamaah Padati GOR Kadrie Oening Samarinda Ikuti Sholat IdulAdha 1444 H, Pesan Khotib Agar Umat Islam Teladani Keluarga Nabi Ibrahim

Ribuan jamaah memadati lapangan GOR Kadrie Oening Sempaja mengikuti sholat IdulAdha 1444 H pada Rabu 28 Juni 2023. (Infokaltim.id/ist).

Infokaltim.id, Samarinda- Sebagaimana maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah No.1/MLM/1.0/E/2023 tentang penetapan hasil hisab, Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah 1444 H, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Samarinda Utara menggelar sholat Idul Adha pada Rabu 28 Juni 2023 di Kompleks Parkir GOR Kadrie Oening Sempaja.

Sebagai salahsatu barometer pelaksanaan sholat IdulAdha diseputaran Samarinda, bukan hanya warga Muhammadiyah saja yang mengikuti namun juga masyarakat luas. Suasana pagi yang sejuk menjadikan antusiasme jamaah untuk mendatangi lokasi.

Dalam pantauan media diperkirakan lebih dari empat ribu jamaah berbaris rapi dan khusyu menempati lokasi yang disiapkan panitia.

Nampak di shaf depan terlihat beberapa Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur hadir, diantaranya Kyai Siswanto, Muhammad Jafron dan Shobyan Herman.

Berbaur dengan jamaah lainnya beberapa pejabat pemerintahan semisal Rasman,, Kabid Kepemudaan Dispora Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Muslimin Kadispora Samarinda. Demikian juga hadir Wakil Ketua MUI Kaltim Kyai Muhammad Haiban dan Direktur Pondok Istiqomah, Jaswadi.

Bertindak selaku khatib, anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Doktor Muhammad Choirin, dan imam, Kyai Rifqi Rosyidi.

Dalam sambutan pengantar Sholat Idul Adha, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Samarinda Utara, Taufik memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Kepala UPTD Pengelola Komplek Stadion Gelora Kadrie Oening di bawah Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Kaltim yang telah memfasilitasi penyelenggaraan sholat IdulAdha selama ini.

Demikian pula ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepolisian Samarinda dan Dinas Perhubungan yang telah menjadikan kegiatan berjalan lancar.

Doktor Muhammad Choirin yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menyampaikan pesan IdulAdha dengan tema membangun visi keluarga Nabi Ibrahim.

Khatib mengawali penyampaian khutbah mengajak jamaah untuk memuji dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah menghimpun di hari yang mulia untuk melaksanakan salah satu diantara syariat yang telah ditetapkan bersama dengan kaum muslimin di seluruh belahan dunia, melaksanakan Sholat Idul ‘Adha.

Jamaah nampak hanyut menyimak paparan sebuah miniatur rumah tangga yang dikasihi Allah sebagai bagian penting peristiwa IdulAdha. Peristiwa tentang kisah seorang hamba yang tengah mengekspresikan penghambaannya dengan melepaskan sesuatu yang paling ia cinta dalam kehidupannya, penuh suka rela.

Ketika seorang Ayah harus melepaskan dan mengorbankan anak yang paling ia cintai. Seorang anak yang telah lama ia tunggu kehadirannya. Justru pada saat anak telah hadir, sang Ayah harus mengikhlaskan, meridhakan dan mengondisikan keluarganya untuk mengorbankan anak semata wayangnya yang paling ia cintai. Kisah keteladanan, bagaimana ketegasan Ibrahim, keteguhan Siti Hajar dan ketaatan Ismail.

Ibrahim adalah sosok manusia sempurna yang telah Allah tetapkan untuk kita jadikan sebagai teladan. Allah menyebutnya di dalam Al-Qur’an. Selain Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah maka Nabi Ibrahim ditetapkan pula oleh Allah SWT untuk dijadikan teladan sebagaimana tertulis dalam Al Quran, “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al-Mumtahanah/60: 4).

“Minimal ada tiga alasan mengapa Nabi Ibrahim layak untuk dijadikan teladan; Pertama, karena ia Khalilullah kekasih Allah. Kedua Abu Al-Anbiyaa’. Sebagaimana disebutkan dalam sejarah bahwa anak keturunan dari Nabi Ibrahim; baik dari jalur Siti Sarah maupun Siti Hajar, mereka adalah orang-orang yang terpilih sebagai nabi dan utusan Allah SWT,” sebut Muhammad Choirin.

Ketiga, kesholehan Nabi Ibrahim bukan hanya terletak pada dirinya, tetapi juga istrinya keluarganya dan anak keturunannya. Keluarga Ibrahim tidak sama dengan Nabi Nuh, yang diuji oleh Allah SWT dengan anak yang durhaka. Keluarga Ibrahim tidak sama seperti Nabi Luth, yang diuji dengan istri yang mendukung perbuatan dosa kaum Liwat sodomi. Ringkasnya, Nabi Ibrahim layak menjadi teladan karena dalam seluruh fase kehidupannya menunjukkan sebagai seorang sholeh.

Hal tauhid dikemukakan pula oleh khatib, bagaimana Ibrahim tegak menghadap kepada ke-Tauhidan, menancapkan posisi ke-Tauhidan di dalam dirinya. Dalam kehidupan yang semakin kompleks dan dinamis seperti ini, pendidikan ke-Tauhidan seringkali menjadi faktor yang tidak kita prioritaskan.

“Sebagian daripada kita menata masa depan dan juga masa depan anak-anak kita dengan pendidikan yang seringkali didominasi dengan faktor-faktor matematis. Pendidikan generasi kita siapkan untuk mencapai kesuksesan keduniaan. Sekolah yang kita pilih untuk anak-anak kita adalah sekolah yang mampu menghantarkan kesuksesan dunia mereka,” pungkasnya.

Fenomena fatherless yaitu anak-anak yang kehilangan peran ayah dalam kehidupan dan pengasuhan juga menjadi perhatian khatib.

Dikemukakan bagaimana Ibrahim menunjukkan kepada semua manusia bahwa kemampuannya menjadi ayah yang sangat diistimewakan dihadapan anak-anaknya. Ketika perintah Allah untuk menyembelih Ismail tersebut disampaikan kepada Ismail, Ismail menjawab, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Saffat/37: 102)

Sebuah jawaban yang tidak mungkin keluar dari seorang anak yang sosok ayahnya tidak hadir di dalam fikiran mereka. Jawaban yang tidak mungkin keluar dari seorang anak, melainkan ketika ayah mampu menghadirkan sosok kehidupannya di dalam visi hidup anak-anaknya. Hal ini menandakan apapun yang dikatakan oleh Ibrahim sesuatu yang dapat diterima oleh Ismail.

Hal ini menandakan Ibrahimlah orang yang paling istimewa dalam benak Ismail. Pelajaran yang terpenting yang kita dapatkan dari Ibrahim adalah kemampuan Ibrahim untuk menghadirkan sosoknya dalam kehidupan anak-anaknya. Sehingga apapun persoalan yang sang anak hadapi, orang pertama yang mendapatkan curhat bukan teman ataupun orang lain, tetapi adalah kedua orang tua.

Setelah selesai penyampaian khutbah, jamaah tertib membubarkan diri dan nampak panitia dengan kompak membersihkan lokasi penyelenggaraan sholat IdulAdha.

[Uzn|Ard]