Oleh : Suwardi Sagama (Dosen IAIN Samarinda)
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Registrasi Pendidik Pada Perguruan Tinggi disebutkan bawa status dosen ada 2, yaitu dosen tetap dan dosen tidak tetap. Dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu pada perguruan tinggi sebagai satuan administrasi pangkalnya dan tidak sedang menjadi pegawai tetap di satuan administrasi pangkal yang lain. Sedangkan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja secara tidak penuh waktu pada perguruan tinggi.
Menyandang status dosen bukanlah pekerjaan mudah, karena dipundak seorang dosen ada harapan dan doa dari orang tua mahasiswa agar anaknya kelak menjadi orang yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Di Perguruan Tinggi, seorang Dosen memegang peran penting untuk mencetak mahasiswa menjadi generasi emas yang melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan. Ketika dosen tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, maka dapat berdampak pada menurunnya kualitas kompetensi mahasiswa. Dosen juga menjadi harapan bangsa ini untuk mencapai tujuan Negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam alinea ke 4 Pembukaan Konstitusi Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak semua dosen dapat menjalankan tri dharma pendidikan dengan baik dan benar. Dibalik tugas dosen yang mulia untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terdapat dosen yang harus berjibaku dengan waktu dan tenaga secara extra untuk kesejahteraannya. Dosen tersebut harus mencari jam mengajar dari kampus satu ke kampus yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dosen seperti ini disebut dengan dosen tidak tetap, namun di lingkungan civitas akademik dikenal dengan sebutan dosen luar biasa atau (DLB). Menyandang dosen dengan status dosen luar biasa seperti buruh dalam perguruan tinggi, yaitu mengajar dengan menerima upah atau imbalan sesuai dengan jam mengajarnya. Dosen luar biasa menjadi buruh pendidikan di perguruan tinggi karena diikat dengan surat keputusan, tidak menjamin setiap semester untuk mengajar, tidak mendapatkan upah sesuai standar daerah dan tidak mendapatkan jaminan kesehatan serta jaminan hari tua.
1.Surat Keputusan Bukan Kontrak
Dosen luar biasa mengajar disuatu kampus berdasarkan surat keputusan. Dalam legalitas tersebut tercantum pembagian mata kuliah, kelas dan waktu mengajar. Waktu berakhirnya surat keputusan sudah tertera dengan jelas sesuai dengan sifat surat keputusan yaitu final. Apabila waktu mengajar sudah selesai berdasarkan waktu dalam legalitas tersebut, menandakan tugas dosen luar biasa juga berakhir, kecuali diberdayakan kembali pada semester berikutnya. Dosen luar biasa juga dapat diberhentikan pada semester berjalan karena dalam prinsip surat keputusan, pejabat yang menerbitkan dapat pula mencabut surat keputusan tersebut, sehingga dapat diganti kapanpun sesuai kehendak pimpinan. Saat diberhentikan pada semester berjalan, dosen luar biasa dapat menggugat di PTUN, tapi harus memperhitungkan dengan baik, berapa biaya yang akan dikeluarkan dan waktu yang digunakan. Apakah sepadan antara pengeluaran dengan pendapatan yang diterima saat menjadi dosen luar biasa?
Surat keputusan berbeda dengan surat kontrak. Dalam surat kontrak sudah tertera batasan waktu berakhirnya masa kerja sehingga tidak dapat memecat dengan bebas, bagaimana mekanisme berakhirnya kontrak kerja, bahkan saat terjadi masalah juga diatur cara penyelesaiannya. Surat kontrak dalam hubungan kerja memiliki kekuatan yang baik dibanding dengan surat keputusan yang dipegang oleh dosen luar biasa. Pemberi kerja tidak dapat sesuka hatinya memberhentikan pekerjanya dengan alasan atau tanpa alasan tertentu.
2. Dibayar Sesuai Jam Mengajar
Menjadi seorang dosen luar biasa jangan berharap dibayar dengan jumlah besar setiap bulan seperti para pekerja pada umumnya yang memegang surat kontrak kerja. Dosen luar biasa dibayar per/jam sesuai jumlah satuan kredit semester (SKS). Pembayaran dilakukan sesuai dengan ketetapan dalam kampus, ada yang dibayar setiap bulan sesuai jumlah berapa kali mengajar, ada juga yang dibayar setelah berakhir semester dengan mengirimkan nilai akhir yaitu pada bulan ke 4. Jauh dari kata sejahtera apalagi mencapai upah batas minimum, sementara untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya dosen luar biasa harus berpindah dari satu kampus ke kampus lain untuk mendapatkan upah dari mengajar. Dosen luar biasa tidak akan fokus mengajar disebabkan pikirannya telah terbagi-bagi di tempat yang lain, sehingga berdampak pada output pembelajaran yang harus dicapai oleh setiap mahasiswa.
3.Tidak ada Jaminan Kesehatan dan Hari Tua
Bekerja tanpa adanya jaminan berupa kesehatan dan hari tua, hal ini sudah menjadi suatu yang biasa dirasakan oleh seorang pengajar yang bersatus dosen luar biasa. Dalam surat keputusan tidak tercantum biaya yang akan diterima kecuali upah setiap sks/jam. Dosen luar biasa yang ingin memiliki jaminan kesehatan, maka harus mendaftarkan secara mandiri dan membayar secara mandiri pula. Tidak adanya jaminan kesehatan dan hari tua karena tidak ada aturan yang mewajibkan perguruan tinggi untuk mendaftarkan dosen luar biasa mendapatkan jaminan kesehatan dan memberikan jaminan hari tua. Dampak dari dosen luar biasa yang tidak memiliki jaminan kesehatan dan jaminan hari tua, dosen luar biasa harus bekerja secara extra untuk mendapatkan tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar iuran jaminan kesehatan setiap bulannya termasuk menyiapkan anggaran untuk hari tua.
*Opini ini merupakan bagian dari tanggungjawab pihak penulis