Mahasiswa UMKT Sayangkan Pernyataan Ketua KPU RI Tak Berdasar Perbolehkan Kampanye Politik di Kampus

Mahasiswa UMKT, Mohammad Abdul Majid. (Infokaltim.id/Ist).

Infokaltim.id, Samarinda- Sebuah pernyataan kontroversi yang dilontarkan oleh Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari yang memperbolehkan kampanye politik di lingkungan perguruan tinggi atau kampus mendapatkan kritikan berbagai kalangan aktivis kampus, diantaranya Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), Mohammad Abdul Majid.

Dirinya menyayangkan argumentasi yang dilontarkan Ketua KPU RI tersebut tidak memiliki alasan atau dasar, bahwa lembaga kampus diperbolehkan untuk melakukan aktivitas kampanye politik praktis.

“Sebagai pejabat publik, seharusnya beliau memiliki dasar yang jelas dalam berargumentasi, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, juga memahami regulasi UU Nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Perguruan tinggi,” pungkasnya, Senin (01/08/2022).

Kemudian, kata Majid, jika mengacu pada regulasi Perundang- Undangan Pemilu tahun 2017 Pasal 280 Ayat 1, maka dengan tegas kami menolak kampanye politik praktis di lingkungan kampus ketika ada pesta demokrasi 2024 mendatang.

“Dalam Pasal 280 Ayat 1 huruf H berbunyi “pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan,” sebutnya.

Lebih lanjut dijelaskan dia, dalam pasal dan ayat tersebut dijelasakan Ketua KPU RI bahwa fasilitas pemerintah, tempat Ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

“Berdasarkan hal tersebut kami menyatakan sikap bahwa secara prinsip perguruan tinggi baik PTN/PTS/PTKIN harus bersih dari kepentingan politik praktis yang mencoba untuk mempengaruhi lembaga pendidikan,” tegasnya.

Karena sejatinya integritas Kampus sangat penting guna menjaga iklim demokrasi yang baik, kampus sendiri wajib melindungan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, otonomi kelimuan yang sehat tidak terpolarisasi dengan politik praktis.

Dimana hal itu, diungkapkan Majid, bahwa telah dijelaskan dalam Penjelasan pasal 8 UU nomor 12 tahun 2012 menyebutkan yang dimaksud dengan akademik dalam kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik adalah sesuatu yang bersifat ilmiah atau bersifat teori yang dikembangkan dalam pendidikan tinggi dan terbebas dari pengaruh politik praktis.

“Pemilu 2024 menjadi Tantangan bagi perguruan tinggi untuk mengkawal pesta demokrasi ini agar kondusif dan tertib, tentu kami harus turut menjaga hal tersebut agar tidak terjadinya konflik, tentunya kami akan mengawal hal itu,” tuturnya.

Dirinya juga menduga sedang mencari celah agar bagaimana caranya politiknya praktis tersebut bisa masuk, sekalipun tidak memakai atribut asal dan asalkan diundangan tanpa mencermati aturan tempat yang dituju, untuk itu dia menghimbau seluruh mahasiswa dari ujung barat kalimantan sampai ujung utara kalimantan, satu barisan untuk menolak kampanye politik praktis dikampus masing-masing.

“Kita harus kawal isu ini, jangan sampai ada kampanye masuk ke kampus-kampus,” imbuhnya.

Diketahui bahwa selain menjadi mahasiswa aktif, Mohamad Abdul Majid juga mahasiswa berorganisasi aktif pada sejumlah organisasi baik kemahasiswaan hingga kepemudaan ditingkat kota, daerah, nasional antara lain, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Samarinda.

Ketua bidang Hubungan Masyarakat Ikatan Pemuda dan Mahasiswa Seberang, Koordinator Wilayah Kalimantan Forum Mahasiswa Mesin Indonesia (FMMI), ia juga tercatat sebagai demisioner Badan Esekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (BEM KM UMKT).

[Mjd | Ard]