Perjuangan Hak Perempuan dan Anak Menuju Kemerdekaan

Foto Penulis 1: Machnun Uzni, S.I.Kom.

OLEH: Tulisan Bersama, Machnun Uzni, S.I.Kom & Siti Mahmudah Indah Kurniawati, S.Psi, Psikolog, M.A.P. (Pemerhati Hak Perempuan dan Anak).

CEDAW (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women) atau disebut dalam bahasa Indonesia yaitu Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan adalah suatu instrumen standar internasional yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1979 dan mulai berlaku pada tanggal 3 Desember 1981. CEDAW merupakan Hak-hak Azasi Manusia (HAM) yang tidak mengenal diskriminasi dan wajib menjamin hak yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk menikmati semua hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik.

Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW kedalam UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Diperlukan perubahan pada peranan tradisional kaum laki-laki maupun peranan kaum perempuan dalam masyarakat dan dalam keluarga, untuk mencapai kesetaraan gender. Selama lebih dari 30 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW sebagai salah satu upaya untuk mencapai kesetaraan gender, namun upaya untuk menciptakan masyarakat yang adil dan setara di Indonesia masih jauh dari harapan.

Salah satu hal yang diperjuangankan dari tujuh dalam Women’s Empowerment Principles adalah permasalahan Kesehatan, keamanan dan bebas dari kekerasan. Dalam suasana hari kemerdekaan Indonesia ke-78 sejatinya kondisi anak hari ini seperti apa dan apa saja yang perlu dilakukan dalam upaya kaum perempuan berjuang dalam memenuhi haknya? Fakta dilapangan menunjukkan bahwa saat ini perempuan dan anak saat ini masih menjadi kelompok masyarakat yang tertinggal di berbagai aspek pembangunan, padahal kesetaraan gender telah menjadi prinsip dalam pelaksanaan pencapaian SDG’s. Masih adanya kesenjangan Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat (APKM) khususnya yang dialami perempuan dan anak menjadi tantangan pemerintah untuk mempercepat program pemberdayaan perempuan untuk mengejar kemajuan laki-laki. Prinsipnya, no one left behind.

Penulis 2: Siti Mahmudah Indah Kurniawati, S.Psi, Psikolog, M.A.P.

Kesetaraan gender di berbagai sektor pembangunan harus diupayakan bersama. Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menemukan, persentase perempuan remaja (berusia 13-17 tahun) di perkotaan dan perdesaan yang memiliki gejala permasalahan kesehatan jiwa lebih tinggi dibandingkan laki-laki dalam usia yang sama. SNPHAR 2021 menunjukkan kuatnya hubungan antara pengalaman kekerasan dan permasalahan kesehatan jiwa.

Sebanyak 20,75 persen atau 21 dari 100 perempuan remaja yang mengalami kekerasan fisik memiliki keinginan untuk menyakiti diri sendiri dalam 30 hari. Sebanyak 17 dari 100 perempuan remaja yang pernah mengalami kekerasan seksual berpikir untuk bunuh diri dalam 30 hari terakhir. Bahkan, delapan dari 100 anak tersebut pernah mencoba untuk bunuh diri. Namun demikian telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan sinergitas untuk menekan terjadinya stunting, pernikahan anak, masalah lain akibat pengasuhan salah, serta tindak kekerasan perempuan maupun anak.

Kita ambil contoh terkait penanganan pernikahan anak, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen secara global untuk menekan angka pernikahan anak sesuai target SDG’s sebesar 6,94 persen. Untuk mewujudkan target global dan nasional tersebut, Pemerintah juga telah membuat strategi nasional dengan melihat teori ekologi anak dimana tidak hanya berbicara bagaimana memperkuat anak, tapi juga memperkuat sistem sosial yang ada di lingkungan anak yang tentunya melibatkan pemangku kebijakan dari lintas sektor maupun keterlibatan aktif masayarakat.

Foto istimewa wahyusuhadi, anak dalam kegembiraan saat menikmati jalan santai.

Program-program yang kemudian diusung oleh pemerintah pusat ke daerah telah melibatkan seluruh lintas sektor maupun masyarakat untuk menjadi agen-agen perubahan sebagai kepanjangan tangan pelaksanaan program pemerintah agar dengan cepat bisa terlaksana dan diterima oleh masyarakat sehingga menghasilkan kesadaran untuk perubahan pada hal yang lebih baik. Sebagai upaya preventif. kesemua permasalahan perempuan dan anak yang bermuara pada pengasuhan, sangat perlu dipersiapkan pembekalan bagi calon pengantin dengan melibatkan lintas sektor.

Kita perlu memberikan apresiasi atas setiap upaya sinergitas sehingga terus tetap berkelanjutan dan berkemajuan mengingat kita telah merdeka 78 tahun. Bukankah kemerdekaan sejati adalah ketika kita bisa mengapresiasi segala bentuk pengorbanan yang telah dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang turut serta menjaga, mendukung dan berkiprah dalam pembangunan negara dan bangsa Indonesia. 78 tahun merdeka, terus melaju untuk Indonesia maju.

**Opini ini merupakan bagian dari tanggungjawab penulis.